38 Perempuan Ikuti Pingitan Tradisi Kahiaa dari Lembaga Adat Desa Gumanano Buton Tengah

Peserta pingitan Kahia’a melakukan tarian Linda di hari keempat usai dikurung 4 hari 4 malam, di Desa Gumanano, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Kamis (12/5/2022).
Perkumpulan Karsa, Sultra – Masyarakat Buton gelar tradisi pingitan untuk puluhan perempuan.Tradisi yang disebut Kahia’a pingitan digelar lembaga adat Desa Gumanano, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra). Ritual pingitan yang familiar juga disebut masyarakat setempat sebagai Kahia’a merupakan tradisi turun temurun bagi masyarakat Buton.
Tradisi pingitan diikuti 38 anak perempuan (Hobine) yang telah beralih status dari gadis remaja (Kabua-bua) menjadi gadis dewasa (Kalambe) sejak Minggu 8 hingga 11 Mei 2022. Ketua Lembaga adat Gumanano Lakimo Jamil menjelaskan peserta pingitan akan dikurung di ruang khusus selama 4 hari 4 malam, yang disebut sebagai Kaombo atau Kaumpo.
Kahia’a ini juga sebagai sarana edukasi persiapan mental seorang gadis menjadi perempuan dewasa agar siap mengarungi kehidupan dan membentuk rumah tangga. Sekaligus menandakan adanya perubahan besar dalam kehidupan calon pengantin wanita.
“Mereka yang mengikuti pingitan ini diibaratkan sebagai harkat martabat manusia, seolah-olah baru lahir dari kandungan seorang ibu,” ujarnya. Lanjutnya, ketika berada dalam Kaombo mereka hanya boleh bertemu dengan perempuan yang dituakan dan dijauhkan dari segala pengaruh dari luar.
Kemudian harus menaati beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan selama dalam masa pengurungan. Kahia’a ini diiringi dengan kolaborasi memukul gong, dalam bahasa lokal disebut mbololo dan tawa-tawa yang beriringan dengan suara gendang selama acara berlangsung.
Sekaligus seruan panggilan undangan sanak keluarga dan handaitaulan untuk turut menghadiri acara tersebut. Diharapkan melalui Kahia’a dapat menimbulkan raga bahagia, yang mana kebahagian mereka dapat menghantarkan doa, agar selalu diberi kekuatan, kesehatan dan lebih dewasa.
Termasuk para gadis yang di Kaombo akan keluar dari kurungan dalam keadaan bersih dan suci layaknya kain putih. “Melalui ritual Kahia’a ini, semoga anak-anak dijauhkan dari bala maupun bencana, merasa bahagia karena mendapatkan perhatian,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Desa Gumanano Halidun menuturkan kegiatan ini sebagai bentuk upaya mempertahankan tradisi budaya para leluhur Buton secara turun temurun. Di mana waktu pelaksanaan hingga persiapan kegiatan ini di musyawarahkan terlebih dahulu melalui lembaga adat desa, dalam rangka merawat budaya pingitan dengan kerjasama yang baik.
“Kami tetap menjaga budaya leluhur, dengan saling bahu membahu dengan kerja gotong royong serta memperkuat ajang silaturahmi lembaga adat dan masyarakat yang dikumpulkan secara masal untuk menyukseskan kegiatan ini sehingga bisa terlaksana dengan baik,” tutur Kades Gumanano.
Ia menjelaskan, pelaksanaan pingitan di tahun 2022 ini sempat tertunda lantaran pandemi Covid-19, sehingga baru bisa dilaksanakan saat ini sesuai dengan situasi dan kondisi untuk terus dipertahankan oleh masyarakat Desa Gumanano. Diketahui Khasia’a kini menjadi agenda rutin yang dilaksanakan dalam tiga tahun sekali.
“Ini sudah menjadi keharusan bagi masyarakat Gumanano yang mesti dilaksanakan tiga tahun sekali melalui lembaga adat,” ujar Hamidun. Salah satu peserta pingitan, Rasti mengatakan selama dikurung peserta tidak berinteraksi dengan dunia luar, sebut nama laki-laki juga tidak dibolehkan.
Kemudian buang air besar sangat dianjurkan untuk ditahan, dan selama pengurungan ini peserta juga harus makan sedikit sesuai porsi yang diberikan. Adapula satu tahapan yang dilakukan para gadis yaitu dimandikan oleh para wanita yang dituakan.
“Caranya dengan membasahi pakai air hangat dari kepala menggunakan santan kelapa atau kakunde,” ucap Rasti, Kamis (12/5/2022). Di penghujung rangkaian acara tepat di hari kempat, puluhan warga beramai-ramai menyaksikan peserta pingitan yang mengenakan busana adat dan menampilkan tari linda secara bergantian atau disebut Kafolimba Kahia’a.
Pemandu tarian bernyanyi hingga bersorak berbahagia untuk memeriahkan kegiatan yang spektakuler bagi warga desa setempat dalam menyaksikan ritual dan diperkenankan untuk memberikan pasali atau memberikan uang tunai untuk peserta pingitan sebagai bentuk rasa syukur atau hadiah yang telah melawati seluruh rangkaian ritual Kahia’a. (Awib)
Sumber: TribunenewsSultracom

Leave a Comment