Perkumpulan Karsa — Masyarakat adat Suku Namblong meminta agar Bupati Jayapura Mathius Awoitauw segera bertindak tegas dan mencabut izin dari PT Permata Nusa Mandiri.
Desakan ini karena kerusakan hutan milik masyarakat adat Suku Namblong akibat aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kepala sawit oleh PT Permata Nusa Mandiri. Bahkan kerusakan hingga mencapai 16.128 hektare.
“Saya ingin menegaskan kepada Bupati Jayapura (Mahtius Awoitauw) untuk segera mencabut izin pengelolaan hutan di atas wilayah adat kami, karena apa yang dilakukan oleh PT Permata Nusa Mandiri untuk anak cucu kami ke depan,” ucap Kepala Suku Kekri Yanteo, Abraham Yonatawa di Waena, Kota Jayapura, Senin 7 Maret 2022.
Abraham mengkhawatirkan kerusakan hutan akan kembali terulang seperti apa yang telah dilakukan PT Rimba Matoa Lestari sebelumnya. “Dulu PT Rimba Matoa Lestari sudah merusak hutan kami, sekarang ada lagi PT Permata Nusa Mandiri, bagaimana nasib anak cucu kami ke depan,” keluhnya.
Menurutnya, kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas dari perusahaan-perusahaan kelapa sawit telah banyak merusak hutan adat dan diperkirakan telah mencapai 30.000 hektare hutan telah lenyap.
“Situasi ini harus segera direspons oleh Bupati Jayapura karena salah satu program yang dicetuskan adalah tentang bagaimana melindungi hak-hak dari masyarakat adat. Jika aktivitas dari PT Permata Nusa Mandiri tidak dihentikan maka program tersebut sia-sia, karena tidak ada keberpihakan terhadap masyarakat adat,” katanya.
Masyarakat Adat Namblong di Lembah Grime Nawa juga meminta Bupati Jayapura untuk segera mencabut izin perusahaan perkebunan kelapa Sawit PT Permata Nusa Mandiri dari tanah adat mereka sebelum kehilangan tempat berkebun dan berburu.
“Sebagian besar hutan ditebang dan digusur, di sana tempat berburu, berkebun dan ada hutan sagu yang di rusak. Kalau tidak dicegah dipastikan akan habis,” sambung Rosita Tecuari, Ketua Organisasi Perempuan Adat Suku Namblong Jayapura.
Rosita menuturkan, sebagian besar masyarakat adat Namblong menggantungkan hidupnya dari berkebun, berburu dan meramu sagu. “Mereka bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga hutan tersebut jika diambil perusahaan maka lambat laun masyarakat adat akan tergusur,” ujarnya.
Ia pun memastikan akan menuntut pemerintah karena telah mengeluarkan izin kepada perusahaan kepala sawit yang menyebabkan hilangnya sumber kehidupan masyarakat adat.
“Jika hutan adat kami dimusnahkan kami akan ke mana ? apakah pemerintah akan kasih makan kami? kami tidak tuntut kepada perusahaan tetapi kami akan tuntut kepada pemerintah, karena pemerintah mengeluarkan izin kepada perusahaan,” tandasnya.
Menanggapi keluhan masyarakat adat, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menyampaikan akan menindaklanjuti persoalan tersebut dan segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan seluruh aktivitas PT Permata Nusa Mandiri.
“Saya akan menghentikan aktivitas dari PT Permata Nusa Mandiri karena Presiden telah mencabut izinnya dan akan ada pernyataan resmi nantinya,” Mathius Awoitauw. ***(Alan Youwe).