Caption: Ahmad Nur (kanan) berpose di depan rumah ayahnya, Amiludin, dan Ketua RT 01 Kelurahan Sepaku, Asri Rapih (kiri) di Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Perkumpulan Karsa – Kecamatan Sepaku telah ditetapkan lewat UU 3 tahun 2022 untuk menjadi wilayah ibu kota baru RI atau IKN menggantikan Jakarta di Pulau Jawa, “Apa yang menjamin status kami di sini, rumah kami?” ujar Harmansyah mengungkapkan pendapatnya soal kampungnya yang akan menjadi bagian dari Ibu Kota Negara (IKN) RI bernama Nusantara tersebut.
Sejak 26 Agustus 2019, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan akan memindahkan ibu kota RI dari Jakarta di Pulau Jawa ke Kalimantan Timur. Berdasarkan UU 3/2022 yang diundangkan pada 15 Februari 2022, wilayah inti IKN itu terdiri dari Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Sementara itu, total wilayah IKN, selain akan mengakuisisi wilayah PPU, juga akan mengambil wilayah sejumlah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Harmansyah yang terbilang keturunan Suku Balik itu, mengatakan sejak IKN diumumkan Jokowi, para penduduk di kampung Sepaku lama itu belum mendapatkan kejelasan perihal bagaimana nasib mereka baik lahan rumah maupun pertanian atau ladang. Dia menerangkan kawasan di tiga RT Kelurahan Sepaku itu masih dinyatakan pemerintah sebagai bagian dari kawasan budi daya kehutanan (KBK) sehingga tak bisa dibuatkan sertifikat hak milik oleh mereka. Tiga RT itu adalah RT 1, 2, dan 3 Kelurahan Sepaku.
“Kami di sini dari nenek moyang. Jauh sebelum HGU [Hak Guna Usaha] datang, sebelum perusahaan datang, sebelum trans [transmigrasi] datang, nenek kakek kami sudah di sini. Bahkan sebelum merdeka pun sudah di sini. makanya kita bingung kenapa enggak bisa membuat status dengan hak miilk ,” ujar warga RT 3, Kelurahan Sepaku tersebut. Warga RT 1 Kelurahan Sepaku, mengatakan saat ini yang dibutuhkan warga seperti dirinya adalah jaminan mengenai status rumah hingga lahan garapan mereka.
Orang tua Nur merupakan pendatang dari Sulawesi namun sudah menetap di sana sejak dekade 1970-an silam, dan juga seorang pensiunan ASN di kelurahan tersebut. Nur bercerita warga bukannya diam saja dengan status kampung mereka yang tak bisa disertifikatkan masing-masing tersebut. Nur menuturkan warga secara kolektif via kepala kampung telah berupaya untuk menjadikan kampung mereka sebagai areal penggunaan lahan, bukan KBK lagi, agar bisa dibuatkan sertifikat masing-masing.
Namun, sambungnya, sejauh ini usaha mereka masih terlihat belum menunjukkan kemajuan di tingkat birokrasi, “Setelah ada pengumuman IKN, yang paling kita takutkan itu [status] rumah dulu. Untuk lainnya, ya kami berharap bisa dapat kesempatan juga berkarya di sini, anak-anak kami juga bisa mendapatkan jaminan pendidikan yang bagus nantinya,” kata dia.
Kepastian nasib rumah dan lahan garapan pun diungkap Dawiyah dan suaminya, Abidin, dua warga Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku. “Kebun kita di atas. Bagaimana kami nanti berladang kalau diambil negara buat IKN begitu saja,” kata Dawiyah. Selain itu, kata Abidin, mereka dianggap bukan pemilik ladang tersebut di mata negara. Sebab lahan-lahan yang dikelola warga-warga adat seperti dirinya di sana itu sepanjang waktu ini dianggap lahan negara.
Sementara itu, ada pula yang sudah ketiban untung dari rencana Sepaku menjadi ibu kota baru. Beberapa di antaranya warga yang memiliki rumah atau lahan/usaha di sepanjang jalur utama Sepaku. Dua di antaranya adalah Erwin Mushal (50) dan Jatmiko (49) yang menyulap rumah mereka menjadi wisma atau losmen untuk menampung ‘tamu-tamu’ IKN. Erwin merenovasi rumahnya yang berada di pinggir jalan negara, Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku itu menjadi wisma sejak pengumuman IKN.
Renovasi yang baru ia lakukan adalah menambah sejumlah kamar dengan kamar mandi di dalamnya untuk dipakai para tamu pengunjung IKN. Setelah ada info bahwa mau ada IKN, saya ajakin ibu, ‘mak kita bikin ini, karena ada IKN ini pastinya akan ada tamu dari luar’, yang diutamakan pasti wisma lah, penginapan,” katanya di beranda rumahnya, Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku, Minggu (13/2/2022).
“Alhamdulillah, setiap harinya hampir tidak pernah kosong,” imbuh pria asal Sulawesi yang telah menetap di Sepaku sejak 1995 tersebut. Setidaknya enam kamar hasil renovasi ia sewakan harian untuk mereka yang berkunjung ke Sepaku dan harus bermalam. “Ada aparat, ada kontraktor, kadang yang cari-cari tanah,” tutur ayah dua anak tersebut. Dia pun berharap dengan hadirnya IKN di kampungnya tersebut dapat pula membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di sana, terutama anak-anaknya kelak.
“Dengan jadi ibu kota, siapa tahu juga dapat kesempatan juga di sini,” kata dia. Jauh dari kediaman Erwin, Jatmiko juga mengubah rumahnya yang berada di pinggir jalan utama Kecamatan Sepaku itu menjadi wisma. Rumah yang semula memiliki empat kamar itu ditambahnya lagi dengan bangunan lima kamar tambahan di halaman belakangnya.
“Rumah ini mulanya empat kamar, aku tambah lagi di belakang buat tamu,” ujar dia saat berbincang di rumahnya, Jumat (11/2/2022) malam. “Nambah gara-gara IKN,” imbuh warga yang orang tuanya bertransmigrasi ke Sepaku pada 1975 silam. Rumahnya tersebut berada di pinggir jalan utama Kecamatan Sepaku, Desa Bukit Raya.
Menurutnya, dengan keberadaan IKN, ada peluang pintu cuan baru bisa terbuka bagi warga. Dia sendiri mengaku melepas sebidang tanah kosong miliknya beberapa waktu lalu untuk menjadi modal bagi usahanya saat ini. “Walau jadi IKN, kita juga harus bisa jemput bola biar bisa jadi rezeki,” kata dia yang sebelumnya bekerja sebagai aparat kelurahan, namun memilih berhenti setidaknya hampir empat tahun lalu untuk fokus ke usaha yang dirintis sebelumnya. (Awib)